Abstrak - Lingkungan kerja yang kurang mendukung dapat menyebabkan karyawan mengalami stres dan penurunan kesehatan yang dapat berakibat pada berkurangnya konsentrasi dan produktivitas para pekerja. Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki
oleh telinga. Jika tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas maka dapat menimbulkan masalah yang serius bagi indera pendengaran kita bahkan dapat menyebabkan ketulian atau yang disebut dengan Noise Induced Deafness. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola intensitas kebisingan yang dihasilkan pada Power Plant. Metode pengukuran tingkat kebisingan mengacu pada Kep-51/MEN/1999 dan alat yang digunakan adalah Sound Level Meter. Dari hasil pengukuran kebisingan, maka pola kebisingan di power plant terdapat 3 (tiga) wilayah yaitu wilayah merah, kuning dan hijau, dimana wilayah merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E dengan tingkat kebisingan diwilayah merah yaitu 91.8 dB dan 88.1 dB, tingkat kebisingan ini sudah melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Tahun 1999 sehingga pada area ini wajib menggunakan alat pelindung telinga yaitu Ear plug atau ear muff. wilayah kuning tingkat kebisingannya berkisar antara 70 dB dan 80 dB, sehingga tingkat kebisingan ini dianjurkan menggunakan ear plug atau ear muff karna sudah mendekati nilai ambang batas. Wilayah hijau merupakan wilayah yang tingkat kebisingan berkisar antara 60 dB dan 70 dB pada wilayah ini boleh menggunakan penutup telinga dan boleh tidak karna tingkat kebisingan tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan.
Kata Kunci: Power plant, tingkat kebisingan, pengendalian kebisingan.
1. Pendahuluan
PT Arun NGL Blang Lancang Lhokseumawe merupakan suatu perusahaan
teknologi pencairan gas alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terletak
di Provinsi Aceh. Industri ini berbasis teknologi pencairan gas alam yang
meliputi berbagai proses dengan menggunakan peralatan industri seperti kompresor gas, turbin, heat exchanger, pompa, boiler dan alat-alat lainnya. Berbagai peralatan dan teknologi yang digunakan di PT
Arun NGL mempengaruhi lingkungan disekitar yang disebabkan oleh intensitas
kebisingan.
Lingkungan kerja yang
kurang mendukung dapat menyebabkan karyawan mengalami stres dan penurunan
kesehatan yang dapat berakibat pada
berkurangnya konsentrasi dan produktifitas para pekerja.
Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) menurut keputusan menteri
tenaga kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang batas kebisingan maksimum dalam area
kerja, boleh terpapar selama 8 jam kerja/hari, tanpa menggunakan alat pelindung
telinga yaitu 85 dB. Jika tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas maka dapat
menimbulkan masalah yang serius bagi indera pendengaran kita bahkan dapat
menyebabkan ketulian atau yang disebut dengan Noise Induced Deafness.
Power Plant merupakan suatu
pembangkit listrik yang digerakkan oleh turbin gas, dimana power plant
ini mempunyai kebisingan yang tinggi setelah train 5. Dikarenakan power
plant mempunyai sumber kebisingan dari kompresor, pompa, aliran fluida, dan
turbin gas. sehingga penelitian ini
bertujuan untuk menentukan Pola Kebisingan
Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant
Di PT Arun NGL.
2.
Landasan
Teori
2.1
Definisi Bunyi
Bunyi adalah
suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling berhubungan
satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan
meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali [1]. Bunyi didengar sebagai
rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis
[2].
Kualitas suara
ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Frekwensi suara dinyatakan dengan
jumlah getaran tiap detik, atau Hertz (Hz). Sedang intensitas bunyi merupakan
besarnya tekanan suara, yang dalam pengukuran sehari-hari dinyatakan dalam
perbandingan logaritmis dan menggunakan satuan desibel (dB) [3].
Bunyi merambat
memerlukan medium, hal ini menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat melalui udara
dan juga merambat melalui kawat telepon meskipun dalam bentuk yang lain. Cepat
rambat bunyi dapat dilihat pada tabel berikut [4]:
Tabel 2.1 Cepat rambat bunyi dalam zat
Zat
|
Cepat rambat bunyi (m/s)
|
Udara
|
330
|
Air
|
1.500
|
Besi
|
5.120
|
Kaca
|
5.170
|
Baja
|
6000
|
Aluminium
|
5.100
|
Sumber;
(Budi Purwanto, 2004).
2.2. Definisi kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai
dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap
kenyamanan dan kesehatan manusia [5]. Suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari
beraneka frekwensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan
dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002
dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekwensi 1000 Hz yang
tepat didengar oleh telinga manusia [2].
kebisingan
diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu [6]:
a. Kebisingan
tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu:
-
Kebisingan dengan frekwensi terputus
(discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni pada frekwensi yang
beragam.
-
Broad band noise, kebisingan
yang terjadi pada frekwensi terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada”
murni).
a. Kebisingan
tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu:
-
Kebisingan fluktuatif (fluctuating
noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
- Intermittent
noise,
kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh
kebisingan lalu lintas.
- Impulsive noise, dihasilkan
oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif
singkat, misalnya suara ledakan senjata api.
2.4. Sumber bising
Sumber
kebisingan diperusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk proses produksi
dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber
kebisingan diperusahaan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti:
-
Generator, mesin diesel untuk
pembangkit listrik
-
Mesin-mesin produksi
-
Mesin potong gergaji, serut
diperusahaan kayu
-
Ketel uap atau boiler untuk pemanas
air
-
Alat-alat lain yang menimbulkan suara
dan getaran seperti alat pertukangan
-
Kendaraan bermotor lalu lintas dll.
Sumber-sumber suara tersebut
harus selalu diidentifikasi dan dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini
mungkin dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan
terhadap pekerja yang terpapar. Dengan demikian penilaian tingkat intensitas
kebisingan di perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu:
a. Memperoleh
data intensitas kebisingan pada sumber suara
b. Memperoleh
data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan masyarakat sekitar
perusahaan).
c. Menilai
efektifitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan merencanakan
langkah pengendalian lain yang lebih efektif.
d. Mengurangi
tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun pada penerima suara
sampai batas diperkenankan.
e. Membantu
memilih alat pelindung dari kebisingan yang tepat sesuai jenis kebisingannya.
2.5. Pengukuran kebisingan
Pengukuran
kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana
saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan
gangguan [2]. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound
level meter dan noise dosimeter [6]. Sound level meter adalah
alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara
30-130 dB dan frekwensi-frekwensi dari 20-20.000 Hz [2]. Noise dosimeter adalah
alat yang digunakan untuk memonitor dosis kebisingan yang telah dialami oleh
seorang pekerja [6]. Sound level meter dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 1. sound level meter
2.6. Nilai ambang batas
Nilai
ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu [7].
NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan
nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih
dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu [3]. Nilai ambang batas yang diperbolehkan
untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut. Nilai
Ambang Batas Kebisingan dapat dilihat pada tabel 2.2, Batas kebisingan
berdasarkan alokasi dapat dilihat pada tabel 2.3 dan skala intensitas kebisingan
dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas
Kebisingan
Waktu pemaparan perhari
|
Intensitas kebisingan dalam dB
|
|
8
4
2
1
|
Jam
|
85
88
91
94
|
30
15
7,5
3,75
0,94
|
Menit
|
97
100
103
106
112
|
28,12
14,06
1,88
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Tidak Boleh
|
Detik
|
115
118
109
121
124
127
130
133
136
139
140
|
Sumber: Kepmennaker No.51 tahun 1999
Tabel 2.3 Batas kebisingan
berdasarkan alokasi
Alokasi area
|
Batas Kebisingan Maksimum
|
Kawasan pemerintah
|
55 dBA
|
Kawasan jasa dan perdagangan
|
70 dBA
|
Kawasan bisnis dan perkantoran
|
65 dBA
|
Lahan hijau terbuka
|
50 dBA
|
Kawasan industri
|
70 dBA
|
Kawasan umum dan pemerintah
|
60 dBA
|
Kawasan rekresional
|
70 dBA
|
Terminal kereta api
|
60 dBA
|
Pelabuhan laut
|
70 dBA
|
Rumah sakit dan sekitarnya
|
55 dBA
|
Sekolah dan sekitarnya
|
55 dBA
|
Rumah ibadah
|
55 dBA
|
Sumber: Kepmennaker No.48 tahun 1996
Tabel 2.4 Skala intensitas
kebisingan
dB
|
Batas dengar tertinggi
|
|
Menulikan
|
120
110
100
|
Halilintar
Meriam
Mesin uap
|
Sangat hiruk
|
100
90
80
|
Jalan hiruk pikuk
Perusahaan sangat gaduh
Pluit polisi
|
Kuat
|
80
70
60
|
Kantor gaduh
Jalan pada umumnya
Radio
Perusahaan
|
Sedang
|
60
50
40
|
Rumah gaduh
Kantor umumnya
Percakapan kuat
Radio perlahan
|
Tenang
|
40
30
20
|
Rumah tenang
Kantor perorangan
Auditorium
Percakapan
|
Sangat tenang
|
20
10
0
|
Suara daun-daun
Berbisik
Batas dengar terendah
|
Sumber: (suma’mur 1996)
2.7. Teknologi pengendalian kebisingan
Teknologi
pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya yaitu:
a. Pengendalian
secara administratif
Pengendalian secara administratif dapat
dilakukan dengan adanya pengadaan
ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan
NAB yang ada.
b. Penggunaan
alat pelindung diri
Untuk
menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga
berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua
jenis alat pelindung telinga, yaitu:
-
Sumbat telinga atau ear plug
-
Tutup telinga atau ear muff
c.
Pemeriksaan audiometric
Dilakukan pada
saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja [3], pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang
terpapar kebisingan [8].
a. Pelatihan
dan Penyuluhan
Pada pekerja semua orang di perusahaan
tentang manfaat, cara pemakaian dan
perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang berkaitan [3].
2.8. Pengaruh
kebisingan
pengaruh
pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang
didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu
pemaparan.
a. Pengaruh
kebisingan intensitas tinggi
-
Pengaruh pemaparan kebisingan
intensitas tinggi (diatas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera
pendengaran yang dapat menurunkan daya pendengaran yang dapat menyebabkan
penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen
atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya
didahului dengan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat menggangu
kehidupan yang bersangkutan baik ditempat kerja maupun dilingkungan keluarga
dan lingkungan sosialnya.
-
Pengaruh kebisingan akan sangat
terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak
diketahui.
-
Secara fisiologis, kebisingan dengan
intesitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya
tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung sangat meningkat,
gangguan pencernaan.
-
Reaksi masyarakat, apabila kebisingan
akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya
protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll.
b. Pengaruh
kebisingan intensitas rendah
Tingkat
intensitas kebisingan rendah atau dibawah NAB banyak ditemukan dilingkungan
kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas
kebisingan yang masih dibawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan
kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan
penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stress yang disebabkan
karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini,
kegelisahan dan depresi. Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut
dapat menyebabkan antara lain:
-
Stress menuju keadaan cepat marah,
sakit kepala, dan gangguan tidur
-
Gangguan reaksi psikomotorik
-
Kehilangan konsentrasi
-
Gangguan komunikasi antara lawan
bicara
-
Penurunan performansi kerja yang
kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efesiensi dan produktifitas kerja.
2.
Metodologi
Penelitian
2.1
Tempat dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan
di perusahaan PT Arun NGL
beralamat di Blang Lancang Lhokseumawe yang merupakan perusahaan pengolahan gas
LNG terbesar di Indonesia.
2.2 Instrumen
Penelitian
Alat yang
dipakai dalam penelitian ini adalah:
- Sound level meter, type 407750 Extech
- Layout
power plant yang sudah dibuat gridnya
- Peralatan
tulis
2.3 Pengumpulan
Data
- Data kebisingan
3.4. Model Analisis
Adapun model analisis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemetaan
kebisingan
2. Menentukan
pola kebisingan dengan memberikan kode warna yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Penentuan kode warna
Keterangan
|
dB
|
Kode Warna
|
Menulikan
|
120
110
100
|
Hitam
|
Sangat hiruk
|
100
90
80
|
Merah
|
Kuat
|
80
70
60
|
Kuning
|
Sedang
|
60
50
40
|
Hijau
|
Tenang
|
40
30
20
|
Orange
|
Sangat tenang
|
20
10
0
|
Biru
|
Sumber: Pengolahan data
3. Mencari
nilai rata-rata kebisingan
untuk mencari nilai rata-rata kebisingan
keseluruhaan dengan menggunakan Adjustment pengukuran kebisingan. Adjustment
pengukuran kebisingan dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Adjustment pengukuran
kebisingan.
Limit
|
Adjustment
|
0-1
|
3
|
2-3
|
2
|
4-9
|
1
|
≥ 10
|
0
|
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil pengukuran dalam penelitian ini
diperoleh 3 (tiga) wilayah kebisingan yaitu wilayah merah, kuning dan hijau,
wilayah merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E dimana area “Merah” mempunyai tingkat kebisingan
yang tinggi dan sudah melewati nilai ambang batas yang diperbolehkan karna area
ini dekat dengan sumber kebisingan. Berdasarkan Nilai Ambang Batas
(NAB) menurut keputusan menteri tenaga kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang
batas kebisingan maksimum dalam area kerja, boleh terpapar selama 8 jam
kerja/hari, tanpa menggunakan alat pelindung telinga yaitu 85 dB. Sedangkan
nilai 91.8 dB dan 88.1 dB yang terdapat di power plant merupakan tingkat
kebisingan yang tinggi maka pada area ini wajib menggunakan alat pelindung
telinga yaitu Ear plug atau ear muff agar telinga dapat terlindungi dari bahaya kebisingan
yang dapat mengakibatkan ketulian permanen maupun sementara.
Wilayah kuning merupakan wilayah
yang tidak terlalu dekat dengan sumber kebisingan karna tingkat kebisingan
akan mengalami penurunan bila jauh dari sumbernya sehingga pada wilayah ini
tidak terlalu bising. Namun pada area kuning tetap dianjurkan menggunakan alat
pelindung telinga yaitu ear plug atau ear muff agar telinga dapat terlindungi dan dapat
menjaga kesehatan pekerja.
Wilayah hijau
merupakan wilayah yang jauh dari sumber bising sehingga tingkat kebisingan
semakin rendah. Dan pada wilayah ini karyawan PT Arun boleh menggunakan penutup
telinga dan boleh tidak. Karna tidak ada pengaruh yang signifikan pada
pendengaran.
Adanya pengaruh
angin dan kecepatan angin dapat mempengaruhi pola (Countour) kebisingan pada
saat pengukuran, kecepatan angin sangat stabil, dimana indikasi kecepatan angin
yang ada di power plant berkisar 1–2 km/jam, sehingga pola kebisingan
yang dianggap mewakili kebisingan sebenarnya.
Adapun pola kebisingan dapat
dilihat pada lampiran I.
5. Kesimpulan Dan Saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pola kebisingan di power plant dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu wilayah merah, kuning dan hijau, wilayah
merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E dimana area merah mempunyai tingkat
kebisingan yang tinggi yaitu 91.8 dB dan 88.1 dB, tingkat kebisingan ini sudah
melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan oleh Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Tahun 1999 sehingga pada area ini
wajib menggunakan alat pelindung telinga yaitu Ear plug atau ear muff
agar telinga dapat terlindungi dari
bahaya kebisingan yang dapat mengakibatkan ketulian permanen
maupun sementara.
Wilayah
kuning merupakan wilayah yang tingkat kebisingan lebih rendah dari wilayah
merah. Dimana wilayah kuning tingkat kebisingannya berkisar antara 70 dB dan 80
dB, sehingga tingkat kebisingan ini dianjurkan menggunakan ear plug atau
ear muff karna sudah mendekati
nilai ambang batas.
Wilayah hijau merupakan wilayah
yang tingkat kebisingan berkisar antara 60 dB dan 70 dB pada wilayah ini boleh
menggunakan penutup telinga dan boleh tidak karna tingkat kebisingan tidak terlalu berbahaya
bagi kesehatan.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka
dapat di berikan saran sebagai berikut:
1. Pihak perusahaan perlu melakukan pengawasan yang baik dan kontinu
agar karyawan memiliki kesadaran terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Setiap karyawan yang bekerja maupun yang meliwati area power
plant diwajibkan menggunakan ear plug atau ear muff agar dapat mengurangi tingkat kebisingan yang
tinggi.
3. Jika power plant yang mati beroperasi kembali perlu
pengecekan ulang karna akan mengalami perubahan tingkat kebisingan.
6. Daftar
Pustaka
[1]. Emil
Salim, 2002. Green Company. Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, PT. Astra International Tbk, Jakarta.
[2]. Suma’mur.
1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung.
[3]. A.M.Sugeng
Budiono, dkk, 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
[4]. Budi
purwanto.2004. Sain Fisika. Solo: Tiga Serangkai
[5]. Dwi
P. Sasongko, dkk, 2000, Kebisingan Lingkungan, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
[6]. Sihar
Tigor Benjamin Tambunan, 2005, Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational
Noise), Yogyakarta: Andi.
[7]. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat
Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI.
[8]. Benny
L, Pratama dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman
Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar