Translate

Kamis, 24 September 2015

Analisis Penentuan Pola Kebisingan Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di PT Arun NGL.

gambar pola tingkat kebisingan


Abstrak - Lingkungan kerja yang kurang mendukung dapat menyebabkan karyawan mengalami stres dan penurunan kesehatan yang dapat berakibat pada  berkurangnya konsentrasi dan produktivitas para pekerja. Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki 
oleh telinga. Jika tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas maka dapat menimbulkan masalah yang serius bagi indera pendengaran kita bahkan dapat menyebabkan ketulian atau yang disebut dengan Noise Induced Deafness. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola intensitas kebisingan yang dihasilkan pada Power Plant. Metode pengukuran tingkat kebisingan mengacu pada Kep-51/MEN/1999  dan alat yang digunakan adalah Sound Level Meter. Dari hasil pengukuran kebisingan, maka pola kebisingan di power plant terdapat 3 (tiga) wilayah  yaitu wilayah merah, kuning dan hijau, dimana wilayah merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E dengan tingkat kebisingan diwilayah merah yaitu 91.8 dB dan 88.1 dB,  tingkat kebisingan ini sudah melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Tahun 1999  sehingga pada area ini wajib menggunakan alat pelindung telinga yaitu Ear plug atau ear muff. wilayah kuning tingkat kebisingannya berkisar antara 70 dB dan 80 dB, sehingga tingkat kebisingan ini dianjurkan menggunakan ear plug atau ear muff  karna sudah mendekati nilai ambang batas. Wilayah hijau merupakan wilayah yang tingkat kebisingan berkisar antara 60 dB dan 70 dB pada wilayah ini boleh menggunakan penutup telinga dan boleh tidak karna  tingkat kebisingan tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan.



Kata Kunci: Power plant, tingkat kebisingan, pengendalian kebisingan.

1.   Pendahuluan

PT Arun NGL Blang Lancang Lhokseumawe merupakan suatu perusahaan teknologi pencairan gas alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terletak di Provinsi Aceh. Industri ini berbasis teknologi pencairan gas alam yang meliputi berbagai proses dengan menggunakan peralatan industri seperti kompresor gas, turbin, heat exchanger, pompa, boiler dan alat-alat lainnya. Berbagai peralatan dan teknologi yang digunakan di PT Arun NGL mempengaruhi lingkungan disekitar yang disebabkan oleh intensitas kebisingan.
Lingkungan kerja yang kurang mendukung dapat menyebabkan karyawan mengalami stres dan penurunan kesehatan yang dapat berakibat pada  berkurangnya konsentrasi dan produktifitas para pekerja. 

Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) menurut keputusan menteri tenaga kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang batas kebisingan maksimum dalam area kerja, boleh terpapar selama 8 jam kerja/hari, tanpa menggunakan alat pelindung telinga yaitu 85 dB. Jika tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas maka dapat menimbulkan masalah yang serius bagi indera pendengaran kita bahkan dapat menyebabkan ketulian atau yang disebut dengan Noise Induced Deafness.
Power Plant merupakan suatu pembangkit listrik yang digerakkan oleh turbin gas, dimana power plant ini mempunyai kebisingan yang tinggi setelah train 5. Dikarenakan power plant mempunyai sumber kebisingan dari kompresor, pompa, aliran fluida, dan turbin gas.   sehingga penelitian ini bertujuan untuk menentukan Pola Kebisingan Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di PT Arun NGL.

2.  Landasan Teori  
2.1 Definisi Bunyi

Bunyi adalah suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling berhubungan satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali [1]. Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis [2].

Kualitas suara ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Frekwensi suara dinyatakan dengan jumlah getaran tiap detik, atau Hertz (Hz). Sedang intensitas bunyi merupakan besarnya tekanan suara, yang dalam pengukuran sehari-hari dinyatakan dalam perbandingan logaritmis dan menggunakan satuan desibel (dB) [3].

Bunyi merambat memerlukan medium, hal ini menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat melalui udara dan juga merambat melalui kawat telepon meskipun dalam bentuk yang lain. Cepat rambat bunyi dapat dilihat pada tabel berikut [4]:
Tabel 2.1 Cepat rambat bunyi dalam zat
Zat
Cepat rambat bunyi (m/s)
Udara
330
Air
1.500
Besi
5.120
Kaca
5.170
Baja
6000
Aluminium
5.100
Sumber; (Budi Purwanto, 2004).
  
2.2.  Definisi kebisingan
   Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia [5]. Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekwensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekwensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia [2].

2.3.  Jenis kebisingan
        kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu [6]:
a.     Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu:
-   Kebisingan dengan frekwensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni       pada frekwensi yang beragam.
-   Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekwensi terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).
a.     Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu:
-   Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
-  Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas.
-  Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.

2.4.  Sumber bising
       Sumber kebisingan diperusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk proses produksi dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber kebisingan diperusahaan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti:
-   Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik
-   Mesin-mesin produksi
-   Mesin potong gergaji, serut diperusahaan kayu
-   Ketel uap atau boiler untuk pemanas air
-   Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran seperti alat pertukangan
-   Kendaraan bermotor lalu lintas dll.
      Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar. Dengan demikian penilaian tingkat intensitas kebisingan di perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu:
a.     Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber suara
b.     Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan).
c.     Menilai efektifitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan merencanakan langkah pengendalian lain yang lebih efektif.
d.     Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun pada penerima suara sampai batas diperkenankan.
e.     Membantu memilih alat pelindung dari kebisingan yang tepat sesuai jenis kebisingannya.

2.5.  Pengukuran kebisingan
           Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan [2]. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter [6]. Sound level meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan
frekwensi-frekwensi dari 20-20.000 Hz [2]. Noise dosimeter adalah alat yang digunakan untuk memonitor dosis kebisingan yang telah dialami oleh seorang pekerja [6]. Sound level meter dapat dilihat pada gambar berikut:
 

Gambar 1. sound level meter

 2.6.   Nilai ambang batas
          Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu [7]. NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu [3]. Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut. Nilai Ambang Batas Kebisingan dapat dilihat pada tabel 2.2, Batas kebisingan berdasarkan alokasi dapat dilihat pada tabel 2.3 dan skala intensitas kebisingan dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pemaparan perhari
Intensitas kebisingan dalam dB
8
4
2
1
Jam
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
0,94
Menit
97
100
103
106
112
28,12
14,06
1,88
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Tidak Boleh
Detik
115
118
109
121
124
127
130
133
136
139
140
Sumber: Kepmennaker No.51 tahun 1999

   
Tabel 2.3 Batas kebisingan berdasarkan alokasi
Alokasi area
Batas Kebisingan Maksimum
Kawasan pemerintah
55 dBA
Kawasan jasa dan perdagangan
70 dBA
Kawasan bisnis dan perkantoran
65 dBA
Lahan hijau terbuka
50 dBA
Kawasan industri
70 dBA
Kawasan umum dan pemerintah
60 dBA
Kawasan rekresional
70 dBA
Terminal kereta api
60 dBA
Pelabuhan laut
70 dBA
Rumah sakit dan sekitarnya
55 dBA
Sekolah dan sekitarnya
55 dBA
Rumah ibadah
55 dBA
Sumber: Kepmennaker No.48 tahun 1996

Tabel 2.4 Skala intensitas kebisingan

dB
Batas dengar tertinggi
Menulikan
120
110
100
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Sangat hiruk
100
90
80
Jalan hiruk pikuk
Perusahaan sangat gaduh
Pluit polisi
Kuat
80
70
60
Kantor gaduh
Jalan pada umumnya
Radio
Perusahaan
Sedang
60
50
40

Rumah gaduh
Kantor umumnya
Percakapan kuat
Radio perlahan
Tenang
40
30
20
Rumah tenang
Kantor perorangan
Auditorium
Percakapan
Sangat tenang
20
10
0
Suara daun-daun
Berbisik
Batas dengar terendah
Sumber: (suma’mur 1996)

2.7. Teknologi pengendalian kebisingan
       Teknologi pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya yaitu:
a.     Pengendalian secara administratif
Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.
b.     Penggunaan alat pelindung diri
Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu:
-   Sumbat telinga atau ear plug
-   Tutup telinga atau ear muff
c.     Pemeriksaan audiometric
Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan     pada akhir masa kerja [3], pemeriksaan          berkala audiometri pada pekerja yang terpapar kebisingan [8].
a.     Pelatihan dan Penyuluhan
Pada pekerja semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian                 dan perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang berkaitan [3].

2.8.  Pengaruh kebisingan
      pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan.
a.     Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
-   Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menurunkan daya pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya didahului dengan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat menggangu kehidupan yang bersangkutan baik ditempat kerja maupun dilingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya.
-   Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui.
-   Secara fisiologis, kebisingan dengan intesitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung sangat meningkat, gangguan pencernaan.
-  Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll.

b.     Pengaruh kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah atau dibawah NAB banyak ditemukan dilingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas kebisingan yang masih dibawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stress yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain:
-   Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur
-   Gangguan reaksi psikomotorik
-   Kehilangan konsentrasi
-   Gangguan komunikasi antara lawan bicara

-   Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efesiensi dan produktifitas kerja.


2.    Metodologi Penelitian
2.1      Tempat dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT Arun NGL beralamat di Blang Lancang Lhokseumawe yang merupakan perusahaan pengolahan gas LNG terbesar di Indonesia.

2.2      Instrumen Penelitian
Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
-   Sound level meter, type 407750 Extech
-   Layout power plant yang sudah dibuat gridnya
-   Peralatan tulis

2.3      Pengumpulan Data
-   Data kebisingan

3.4.  Model Analisis
Adapun model analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Pemetaan kebisingan
2.     Menentukan pola kebisingan dengan memberikan kode warna yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Penentuan kode warna
Keterangan
dB
Kode Warna
Menulikan
120
110
100
Hitam
Sangat hiruk
100
90
80
Merah
Kuat
80
70
60
Kuning
Sedang
60
50
40
Hijau
Tenang
40
30
20
Orange
Sangat tenang
20
10
0
Biru
Sumber: Pengolahan data

3.     Mencari nilai rata-rata kebisingan
untuk mencari nilai rata-rata kebisingan keseluruhaan dengan menggunakan Adjustment pengukuran kebisingan. Adjustment pengukuran kebisingan dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Adjustment pengukuran kebisingan.
Limit
Adjustment
0-1
3
2-3
2
4-9
1
≥ 10
0

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil pengukuran dalam penelitian ini diperoleh 3 (tiga) wilayah kebisingan yaitu wilayah merah, kuning dan hijau, wilayah merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E  dimana area “Merah” mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi dan sudah melewati nilai ambang batas yang diperbolehkan karna area ini dekat dengan sumber kebisingan. Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) menurut keputusan menteri tenaga kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang batas kebisingan maksimum dalam area kerja, boleh terpapar selama 8 jam kerja/hari, tanpa menggunakan alat pelindung telinga yaitu 85 dB. Sedangkan nilai 91.8 dB dan 88.1 dB yang terdapat di power plant merupakan tingkat kebisingan yang tinggi maka pada area ini wajib menggunakan alat pelindung telinga yaitu Ear plug atau ear muff  agar telinga dapat terlindungi dari bahaya kebisingan yang dapat mengakibatkan ketulian permanen maupun sementara.
                Wilayah kuning merupakan wilayah yang tidak terlalu dekat dengan sumber kebisingan karna tingkat kebisingan akan mengalami penurunan bila jauh dari sumbernya sehingga pada wilayah ini tidak terlalu bising. Namun pada area kuning tetap dianjurkan menggunakan alat pelindung telinga yaitu ear plug  atau ear muff  agar telinga dapat terlindungi dan dapat menjaga kesehatan pekerja.
                Wilayah hijau merupakan wilayah yang jauh dari sumber bising sehingga tingkat kebisingan semakin rendah. Dan pada wilayah ini karyawan PT Arun boleh menggunakan penutup telinga dan boleh tidak. Karna tidak ada pengaruh yang signifikan pada pendengaran.
          Adanya pengaruh angin dan kecepatan angin dapat mempengaruhi pola (Countour) kebisingan pada saat pengukuran, kecepatan angin sangat stabil, dimana indikasi kecepatan angin yang ada di power plant berkisar 1–2 km/jam, sehingga pola kebisingan yang dianggap mewakili kebisingan sebenarnya.
Adapun pola kebisingan dapat dilihat pada lampiran I.

5.    Kesimpulan Dan Saran
5.1.   Kesimpulan
       Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pola kebisingan di power plant dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu wilayah merah, kuning dan hijau, wilayah merah terdiri dari KGT 9001A, KGT 9001B dan KGT 9001E  dimana area merah mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi yaitu 91.8 dB dan 88.1 dB, tingkat kebisingan ini sudah melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Tahun 1999  sehingga pada area ini wajib menggunakan alat pelindung telinga yaitu Ear plug atau ear muff  agar telinga dapat terlindungi dari bahaya kebisingan yang dapat mengakibatkan ketulian permanen maupun sementara.
Wilayah kuning merupakan wilayah yang tingkat kebisingan lebih rendah dari wilayah merah. Dimana wilayah kuning tingkat kebisingannya berkisar antara 70 dB dan 80 dB, sehingga tingkat kebisingan ini dianjurkan menggunakan ear plug atau ear muff  karna sudah mendekati nilai ambang batas.
        Wilayah hijau merupakan wilayah yang tingkat kebisingan berkisar antara 60 dB dan 70 dB pada wilayah ini boleh menggunakan penutup telinga dan boleh tidak karna  tingkat kebisingan tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan.

5.2.   Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat di berikan saran sebagai berikut:
1.     Pihak perusahaan perlu melakukan pengawasan yang baik dan kontinu agar karyawan memiliki kesadaran terhadap        kesehatan dan keselamatan kerja.
2.    Setiap karyawan yang bekerja maupun yang meliwati area power plant diwajibkan menggunakan ear plug atau ear muff agar dapat mengurangi tingkat kebisingan yang tinggi.
3.   Jika power plant yang mati beroperasi kembali perlu pengecekan ulang karna akan mengalami perubahan tingkat kebisingan.

6.  Daftar Pustaka

[1].  Emil Salim, 2002. Green Company. Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT. Astra International Tbk, Jakarta.
[2]. Suma’mur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung.
[3]. A.M.Sugeng Budiono, dkk, 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
[4]. Budi purwanto.2004. Sain Fisika. Solo: Tiga Serangkai
[5]. Dwi P. Sasongko, dkk, 2000, Kebisingan Lingkungan, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
[6]. Sihar Tigor Benjamin Tambunan, 2005, Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational Noise), Yogyakarta: Andi.
[7]. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen  Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
[8]. Benny L, Pratama dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk.
 


Tidak ada komentar: